Film vs Realita
Film adalah media komunikasi yang bersifat audio visual untuk menyampaikan suatu pesan kepada sekelompok orang yang berkumpul di suatu tempat tertentu. (Effendy, 1986). Pesan film pada komunikasi massa dapat berbentuk apa saja tergantung dari misi film tersebut. Sedangkan realita adalah sebuah kenyataan yang benar-benar terjadi di dunia nyata.
Memang, tidak bisa dipungkiri bahwa pembuatan film pada kenyataannya adalah untuk keperluan industri yang tentunya mengharapkan keuntungan materi. Tapi disisi lain, dengan media film, kita juga bisa mengubah pola fikir seseorang dengan memasukkan pesan-pesan moral, menampilkan gambaran fakta sejarah, ataupun dari sebuah film kita juga bisa melihat sisi lain dari drama kehidupan yang tidak kita ketahui sebelumnya. Intinya, dari sebuah film kita juga bisa belajar banyak hal.
Film vs realita
Hmmm, akhir-akhir ini karena ada bom sana sini, film 3 (alif lam mim) kembali diperbincangkan. Aku sendiri sudah pernah nonton film ini pada awal-awal pemutarannya di bioskop. Untungnya waktu itu aku cepet nonton, karena film ini ga bisa bertahan lama dan harus turun layar. Padahal menurut aku filmnya keren si. Kalau dibilang filmnya harus turun layar karena penontonnya sedikit, kayaknya enggak deh. Usut punya usut, ternyata film ini dilarang untuk diputer karena pemerintah takut masyarakat meng amini atau mempercayai semua gambaran yang diceritakan film tersebut. Kalau kamu berfikiran film ini menyudutkan agama tertentu, kamu salah. Film ini justru menceritakan tentang bahaya faham leberalisme yang diramalkan akan terjadi di indonesia di tahun 2035.
Ok, lanjut
Aku sendiri selalu menilai suatu negara dengan film-film yang dihasilkan oleh negara tersebut. Contoh, kalau kamu pernah nonton film india. Hampir rata-rata polisi yang ujung-ujungnya jadi penjahatnya. Selalu didalangi oleh polisi korup. Terus kalau filmnya genre romance, perempuannya lebih kaya dari laki-laki atau sebaliknya mesti ga dapet restu. Aku si berfikir, walau ga sepenuhnya ya, mungkin saja memang begitulah realita yang terjadi di negara tersebut. Inget, aku ga bilang sepenuhnya lho ya.
Begitu juga kalau nonton film jepang. Adegan anak-anak sekolahnya belajar sampai mimisan, mengakhiri hidup karna gagal dapat juara 1. Karena bagi mereka, juara dua itu ga ada gunanya. Tetap akan ada dibarisan belakang. Bagi aku, walau belum pernah ke jepang, mungkin saja realita negara tersebut memang menomor satukan pendidikan dan disiplin. Tapi minesnya si, tingkat bunuh diri disana tinggi sekali. Kabarnya terlalu banyak tekanan pekerjaan dan persaingan yang luar biasa. Ini juga membuat aku berkesimpulan, pentingnya menempatkan sisi religius dalam setiap apa yang kita kerjakan di dunia ini.
Atau bagi kamu yang suka nonton film-film fiksi ilmiah buatan hollywood. Mungkin saja sekarang di negara itu ilmuan-ilmuannya memang sedang mengerjakan proyek-proyek ilmiah seperti yang digambarkan di film-filmnya. Jadi karna ga sabaran nungguin proyeknya rampung, ya udah mereka bikinlah film nya dulu. Wkwkwk itu kata aku ya, jangan dibawa serius amat.
Mungkin sama juga dengan film-film dari negara lain. Termasuk Indonesia. Aku yakin kamu bisa menilai sendiri deh, sesuai ga apa yang digambarkan di film, sama realita yang ada di Indonesia.
Aku rasa, sebuah film yang punya kualitas tinggi, yang bisa membawa penonton terhanyut kedalam film tersebut adalah karena isi film yang masuk akal (kecuali film bergenre super hero). Bagaimana film itu bisa masuk akal kalau bukan karna sesuai realita kehidupan sehari-hari saat ini.
Jadi, intinya jangan menilai film hanya sebatas film. Jangan nonton hanya sebatas nonton abis tu baper udah tamat cerita. Kita udah bayar mahal untuk nonton berarti kita punya hak untuk mendapatkan sesuatu dari apa yang kita tonton. Jadi pande pande ya, jangan asal tonton. Apa lagi asal kritik sebelum nonton.
- - - -
Alhamdulillah, semangat untuk pejuang #Ramadhan30posting
Comments
Post a Comment