Indahnya Mengajar
Kali ini ntah kenapa aku berani bilang, kalau hidup akan lebih terasa indahnya jika kita bisa memberikan sesuatu kepada orang lain. Sesuatu itu bukan saja sebatas kebendaan. Uang, barang berharga dan sebagainya. Tapi berbagi informasi yang bermanfaat, ilmu yang bermanfaat, kabar baik, juga bisa membuat kita merasa kalau hidup kita ini ada manfaatnya bagi makhluk hidup lainnya.
Jadi kamu ga harus kaya dulu baru bisa berbagi. Tapi dengan terus belajar, dapat ilmu yang banyak, kamu juga bisa menjadi orang yang dermawan. Misal, hari ini kamu memberikan uang satu juta rupiah kepada orang lain. Ya sudah nilainya hanya satu juta. Walau mungkin bagi sebagian orang uang yang satu juta itu bisa membantu hidupnya hari ini dan mungkin masa depan. Tapi kalau hari ini kamu bisa berbagi ilmu, misal bisa mengajarkan seorang anak baca tulis, nilai yang kamu dapatkan tidak bisa dihitung jumlahnya. Kamu sudah seperti membukakan pintu untuknya melihat bagaimana dunia ini sebenarnya. Dan itu tentu saja menjadi bekal utama baginya untuk memulai langkah.
Aku, sekali lagi memang bukan mahasiswa sosial. Aku tulen mahasiswa eksak yang berhari-hari hanya mengurusi ikan. Mungkin sebagian orang memanggil kami dengan sebutan anak ikan. Bodo amat dah. Yang aku tahu, Fakultas perikanan Universitas Riau adalah kampus terbaik dengan dosen lulusan terbaik. Boleh dicek wkwkwk 😮..
Alaahh malah curcol niii. . .
Yap, aku memang bukan lulusan sosial. Tapi beberapa pekerjaan berhubungan dengan sosial. Mengajar ini contohnya. Tapi aku benar-benar bersyukur bisa diberi kesempatan dan kepercayaan untuk berbagi ilmu dengan seorang dua orang anak.
Bersyukurnya lagi, aku diberikan kesempatan mengajari anak-anak yang baru memulai mengenal yang namanya sekolahan. Alias anak TK dan SD. Kalau diminta untuk mengajar SMP atau SMA mungkin aku ga PD juga hihi..
Kenapa bersyukur, mungkin karena menurut sudut pandangku, anak sekecil itu masih polos. Apa yang aku tuliskan, semoga seperti layaknya aku menulis diatas batu. Jadi tak akan hilang dimakan zaman. Aku berharap, apa yang aku sampaikan bisa mereka ingat dan tersimpan rapih di alam bawah sadar mereka sampai kapanpun.
"Nak, nyontek itu bikin kita males belajar"
"Nak, bohong itu bikin kita ga punya temen"
"Nak, kalau kita baik sama temen, nanti temennya jadi sayang"
"Nak, kasian ibu gurunya dah tua, kalau kamu bandel nanti ibu gurunya ga mau ngajar lagi gimana? Mau punya guru baru yang cerewet?"
"Nak, nanti kalau kamu pinter, ibu sama ayah jadi seneng hatinya"
Masih banyak lagi ungkapan yang secara ga sadar pernah aku lontarkan ke anak-anak polos itu. Ntah mereka faham ataupun tidak. Tapi aku yakin, ruh mereka pasti menyimpankannya disebuah memory yang nantinya bisa mereka kenang.
Bicara tentang pengalaman ngajar, memang pengalamanku masih sangat sedikit sekali. Tapi sudah terasa sangat banyak kesan.
Seperti yang pernah aku ceritakan, kesan terdasyat adalah, ketika menyaksikan proses dimana awalnya satu orang anak yang sama sekali tidak tahu huruf bahkan sulit mengucapkannya, sampai akhirnya berhasil lancar membaca.
Atau yang awalnya tidak pandai menghitung, sampai akhirnya bisa tambah kurang kali bagi. Setidaknya dengan ilmu ini mereka terhindar dari kebodohan yang haqiqi.
Hmmm, ada satu orang murid yang sampai hari ini membuat aku penasaran. Dihari kedua aku privat dengannya, baru masalahnya bisa aku identifikasi. Kalau disekolah, mungkin guru tidak bisa secara langsung memperhatikan, ya karna disekolah kan muridnya banyak jadi ga mungkin harus perhatian satu-satu. Wajar..
Masalahnya, setiap aku kasih soal yang berhubungan dengan angka 6, pasti salah. Awalnya aku ga nyadar kalo ini tentang angka 6. Ntah wangsit darimana tiba-tiba terlintas aja difikiran kalau anak ini bermasalah sama angka 6. Akhirnya aku coba beberapa kali aku kasih soal yang ada angka 6 nya. Benarlah, ternyata memang jadi salah semua.
Satu hari aku kasih fokus untuk angka 6 ini. Aku minta dia untuk nulis angka 6. Walau aku perhatiin baik-baik tangannya waktu nulis aga sedikit gemetar. Apa dia fobia ya sama angka 6? Hati dah mulai khawatir + kasihan kalau harus memaksakan sesuatu ke orang yang tidak nyaman menerimanya (eaakk awas jadi lari lagi ni nanti tulisan). Tapi aku sesabar mungkin menemaninya menulis satu demi satu angka 6 ini.
Dokumntasi pribadi ☺ |
Jadi kamu ga harus kaya dulu baru bisa berbagi. Tapi dengan terus belajar, dapat ilmu yang banyak, kamu juga bisa menjadi orang yang dermawan. Misal, hari ini kamu memberikan uang satu juta rupiah kepada orang lain. Ya sudah nilainya hanya satu juta. Walau mungkin bagi sebagian orang uang yang satu juta itu bisa membantu hidupnya hari ini dan mungkin masa depan. Tapi kalau hari ini kamu bisa berbagi ilmu, misal bisa mengajarkan seorang anak baca tulis, nilai yang kamu dapatkan tidak bisa dihitung jumlahnya. Kamu sudah seperti membukakan pintu untuknya melihat bagaimana dunia ini sebenarnya. Dan itu tentu saja menjadi bekal utama baginya untuk memulai langkah.
Aku, sekali lagi memang bukan mahasiswa sosial. Aku tulen mahasiswa eksak yang berhari-hari hanya mengurusi ikan. Mungkin sebagian orang memanggil kami dengan sebutan anak ikan. Bodo amat dah. Yang aku tahu, Fakultas perikanan Universitas Riau adalah kampus terbaik dengan dosen lulusan terbaik. Boleh dicek wkwkwk 😮..
Alaahh malah curcol niii. . .
Yap, aku memang bukan lulusan sosial. Tapi beberapa pekerjaan berhubungan dengan sosial. Mengajar ini contohnya. Tapi aku benar-benar bersyukur bisa diberi kesempatan dan kepercayaan untuk berbagi ilmu dengan seorang dua orang anak.
Bersyukurnya lagi, aku diberikan kesempatan mengajari anak-anak yang baru memulai mengenal yang namanya sekolahan. Alias anak TK dan SD. Kalau diminta untuk mengajar SMP atau SMA mungkin aku ga PD juga hihi..
Kenapa bersyukur, mungkin karena menurut sudut pandangku, anak sekecil itu masih polos. Apa yang aku tuliskan, semoga seperti layaknya aku menulis diatas batu. Jadi tak akan hilang dimakan zaman. Aku berharap, apa yang aku sampaikan bisa mereka ingat dan tersimpan rapih di alam bawah sadar mereka sampai kapanpun.
"Nak, nyontek itu bikin kita males belajar"
"Nak, bohong itu bikin kita ga punya temen"
"Nak, kalau kita baik sama temen, nanti temennya jadi sayang"
"Nak, kasian ibu gurunya dah tua, kalau kamu bandel nanti ibu gurunya ga mau ngajar lagi gimana? Mau punya guru baru yang cerewet?"
"Nak, nanti kalau kamu pinter, ibu sama ayah jadi seneng hatinya"
Masih banyak lagi ungkapan yang secara ga sadar pernah aku lontarkan ke anak-anak polos itu. Ntah mereka faham ataupun tidak. Tapi aku yakin, ruh mereka pasti menyimpankannya disebuah memory yang nantinya bisa mereka kenang.
Bicara tentang pengalaman ngajar, memang pengalamanku masih sangat sedikit sekali. Tapi sudah terasa sangat banyak kesan.
Seperti yang pernah aku ceritakan, kesan terdasyat adalah, ketika menyaksikan proses dimana awalnya satu orang anak yang sama sekali tidak tahu huruf bahkan sulit mengucapkannya, sampai akhirnya berhasil lancar membaca.
Atau yang awalnya tidak pandai menghitung, sampai akhirnya bisa tambah kurang kali bagi. Setidaknya dengan ilmu ini mereka terhindar dari kebodohan yang haqiqi.
Hmmm, ada satu orang murid yang sampai hari ini membuat aku penasaran. Dihari kedua aku privat dengannya, baru masalahnya bisa aku identifikasi. Kalau disekolah, mungkin guru tidak bisa secara langsung memperhatikan, ya karna disekolah kan muridnya banyak jadi ga mungkin harus perhatian satu-satu. Wajar..
Masalahnya, setiap aku kasih soal yang berhubungan dengan angka 6, pasti salah. Awalnya aku ga nyadar kalo ini tentang angka 6. Ntah wangsit darimana tiba-tiba terlintas aja difikiran kalau anak ini bermasalah sama angka 6. Akhirnya aku coba beberapa kali aku kasih soal yang ada angka 6 nya. Benarlah, ternyata memang jadi salah semua.
Satu hari aku kasih fokus untuk angka 6 ini. Aku minta dia untuk nulis angka 6. Walau aku perhatiin baik-baik tangannya waktu nulis aga sedikit gemetar. Apa dia fobia ya sama angka 6? Hati dah mulai khawatir + kasihan kalau harus memaksakan sesuatu ke orang yang tidak nyaman menerimanya (eaakk awas jadi lari lagi ni nanti tulisan). Tapi aku sesabar mungkin menemaninya menulis satu demi satu angka 6 ini.
Sampai aku coba balik ke lembar buku selanjutnya, coba bikin lagi soal tambahan yang hasilnya 6. Misal 4+2 = ...
Hasilnya??? Dia bikin angka 9. Sedih..
Lebih kurang 3 hari aku hanya mengajarinya untuk menulis, mengingat, serta mengucapkan angka 6. Sekarang Alhamdulillah, walau kadang masih terlihat gemeteran, dia bisa menuliskannya..
Satu kisah lagi, kali ini tentang ketekunan. Tidak hanya satu anak. Beberapa orang anak yang pernah aku ajarkan adalah yang sorry, memang lebih lemah dari anak yang lain. Sampai ibu gurunya sendiri yang meminta supaya aku mau mengajari privat anak-anak ini. Hari pertama belajar, aku cuma minta mereka untuk menggambar. Gambar apa saja. Setelah puas menggambar, aku minta mereka untuk punya impian. Namanya anak-anak, impiannya ga jauh-jauh dari punya mainan baru, sepeda baru, pacar baru (eh 😄), pokoknya impian khas anak-anak. Ya udah ga masalah. Yang penting mereka punya satu saja harapan untuk tetap ceria. Setelah punya impian atau harapan, aku bilang "kalau mau punya sepeda, belajar dulu ya, nanti kalau sudah pinter, ibuk yang bilang ke orangtuanya supaya beliin kamu sepeda baru buat kesekolah". Sudah akhirnya mereka kebuka hatinya dan riang gembira belajar. Sampai kadang ada yang mau nambah-nambah aku yang tepar mereka ga mau pulang mau nya belajar lagi belajar lagi.
Kalau mau ditulis semua gimana indahnya mengajar, takutnya ga selesai dan kerjaan aku yang lain jadi numpuk nih hihihi..
Kira-kira itu yang aku rasakan ketika belajar mengajarkan. Selain mengajarkan, aku juga banyak belajar dari anak-anak ini. Belajar apa adanya, belajar ga mikir negatif, belajar ceria, dan masih banyak lagi.
Oya satu lagi, hal yang paling bikin aku senyum-senyum adalah, kalau aku lagi jalan pakai motor terus papasan sama anak-anak. Mereka serentak negur "ibuuuuukkk" 😊❤❤❤..
Sekian dehh,
Aku terus mengingatkan diri dengan cara mengajar, paling tidak aku sadar ketika berbicara tentang hal-hal yang baik, secara ga langsung itu untuk mengingatkan diri sendiri. Ilmu itu seperti air. Jika dibiarkan lama menggenang tanpa diupgrade lama-lama akan hilang begitu saja menguap bersama angin. Lagipula, aku sadar tidak mempunyai harta yang banyak untuk dibagikan, darah yang sehat untuk didonorkan, tenaga yang prima untuk membantu pekerjaan orang lain, jadi tidak ada cara lain untuk menjadi bermanfaat selain berbagi ilmu pengetahuan.
Semoga bermanfaat yaa,
Da daaaahhh
Kyaaaa >_<
ReplyDeleteLianty juga ngerasain apa yang kakak rasain *-*
Kalau jumpa, mereka juga selalu manggil Lianty.
Tapi terkadang susah, soalnya Lianty kepribadiannya kekanakan. Jadi kalau ngajar, Lianty terpaksa pasang topeng berlagak dewasa/?/ =D setidaknya masih belum ketahuan sama mereka :D
Bru merasakan satu bulan ni jd guru... Ahahay
ReplyDelete