Jonghyun, Katanya Depresi



Malam,

Semoga sampai disisa-sisa malam ini kita masih diberikan kesempatan untuk tersenyum karna hati yang tenang tentunya.

Beberapa hari ini, timeline media sosial sibuk memberitakan tentang bunuh dirinya Jonghyun yang katanya karena depresi. Hhmmm sebenernya tulisan kali ini tidak ingin berbicara tentang Jonghyun juga si, tapi seenggaknya semoga kejadian ini bisa ngasih kita pelajaran tentang betapa mengerikannya depresi itu.

Hari ini pun, kebetulan pengambilan rapor serentak anak-anak sekolah ditempat aku tinggal sekarang. SD, SMP, SMA semua sekolah hari ini. Kebetulan juga tadi aku dimintai untuk jadi wali menerima rapor salah satu anak. Karena merasa lagi dibutuhkan, ok aku bersedia berangkat.

Beragam suka cita, kekecewaan tentu saja mewarnai setiap sudut sekolah hari ini. Ada yang merasa tidak puas dengan hasil yang didapat, ada yang bahkan merasa tidak percaya karna mendapatkan nilai lebih. Mungkin juga dibagian belahan bumi yang lain, ada anak-anak yang depresi karna hasil yang didapat tidak sesuai ekspektasi. Kalau kalian suka nonton film Korea atau Jepang, kejadian anak yang bunuh diri karena tidak mendapatkan juara 1 sangat biasa terjadi. Bagi mereka, hanya orang yang juara 1 lah yang akan dikenang. Juara 2, 3 itu tidak masuk hitungan.

Kembali ke depresi ya

Sejauh ini kalau aku boleh menilai, depresi itu ada karena tekanan dari luar. Awalnya seperti itu. Seperti kasus Jonghyun ini. Banyak orang yang berkomentar, apalagi kurangnya artis-artis ini sampai bunuh diri. Ganteng pasti, kaya tentu, fans jangan tanya jumlahnya ga bakal keitung-itung. Tekanan dari luar yang selalu menuntut seseorang berbuat lebih dan teruuuss lebih. Pada akhirnya tekanan dari dalam diri juga datang. Kita merasa orang lain tidak puas dengan hasil kerja keras kita, jadinya kita sendiripun jadi ikut-ikutan membenci diri kita sendiri. Merasa menjadi seorang pecundang, merasa tidak berarti, dan beban hidup semakin bertambah.

Parahnya lagi, dalam kondisi seperti ini kita tidak menemukan tempat apapun yang bisa kita gunakan untuk membuang sampah. Maksudnya sampah fikiran yang bertumpuk di otak. (Tapi bukan maksudnya nanti temen curhat dibilang tong sampah ya, ga gituu juga hehehe). Karena orang yang sedang dalam kondisi seperti itu yang pertama dia butuhkan hanya tempat berbagi. Bagaimana mau berbagi kalau semua orang bagaikan pengeras suara yang kalau kita ngomong ke dia eeehh malah terdengar ke telinga semua orang. Nah kalau kondisinya sudah seburuk ini, alamatlah sampah yang menumpuk di otak itu akhirnya menjadi sumber penyakit. Tidak akan lagi bisa berfikir jernih, bahkan sama neraka aja jadi ga takut lagi kan??

Pesennya si, buat kamu yang merasa sedang banyak masalah, jangan terlalu lama ditumpuk sebelum berubah menjadi penyakit. Pasti selalu ada tempat untuk berbagi menjelang badai itu reda. Kalau kamu tidak menemukan seorangpun, inget kamu masi punya lantai untuk bersujud.

Buat kita yang melihat seseorang dengan sejuta kesedihannya, akan lebih baik jika kita menawarkan pundak untuk dia bersandar melepas penatnya. Dia tidak butuh apapun selain hanya tempat bersandar dan didengarkan ceritanya. Cukup itu saja kok. Tunggu sampai dia menarik nafas panjang dan melepaskan nafas itu sampai kemudian nafasnya tidak lagi bergemuh setelah sekian lama tersimpan didalam dadanya. Setelah itu yakinlah, dia akan kembali mengangkat kepalanya dan mengucapkan "terimakasih, aku sudah merasa lebih baik".

Walau ntah apa-apa, semoga bermanfaat

Comments

Popular posts from this blog

Without Allah I'm nothing

Awak ni Apeelaaah

Bertahan Pada Keyakinan