Atira Diniya

Masih pahit rasanya jika mengingat ternyata ia sudah tak lagi ada di dunia ini. Masih segar difikiran bagaimana senangnya bertegur sapa dengannya walau hanya sesekali lewat pesan singkat. Walau di akhir-akhir ini, kita tak lagi pernah bersapa karena aku sungguh sungkan sekali mengganggu kebersamaannya dengan keluarga barunya.

Yah, aku bukanlah salah satu orang teristimewa baginya. Yang aku tahu, ia mempunyai banyak sekali sahabat yang begitu menyayanginya dan tentu saja mungkin lebih merasa sangat kehilangan. Aku hanya bagian kecil dari cerita hidupnya.

"Tira, tau ndak, kalo kata de Tira tu orang yang paling baik"

Itu yang pernah aku ucapkan disela obrolan simpang siur kami dikampus dulu. Sesekali aku memang senang menggodanya lalu tertawa melihat jawaban manjanya.

Awal sekali ketertarikanku pada kepribadiannya adalah ketika kami praktikum di Bungus Sumatra Barat. Ditengah suasana praktikum Dinamika populasi dan Biologi laut yang sebenarnya benar-benar membuatku ingin sekali cepat lulus dari kampus ini. Semua orang diguyur hujan di tengah malam. Pindah sana pindah sini dengan jalan yang mulai dipenuhi air. Diantara yang lainnya, aku melihat pribadi ini tetap dengan senyuman dan tentu saja istiqomah dengan semua hijabnya. Jilbab, rok, dan "kaos kaki". Siapapun saat itu, memilih untuk melepas kaos kaki dengan berbagai alasan. Saat itu aku hanya menjadi pendengar bagi orang-orang yang berhijab. Karna waktu itu, aku bukanlah bagian dari mereka alias tanpa hijab. Yang aku dengar mereka beralasan, tidak membawa kaos kaki lebih, takut masuk angin dan lain-lain. Alasan mereka justru membuat mata ini, tak ingin lepas dari kaki yang teguh melangkah mengarungi air dengan masih tertutup rapih itu.

Seiring berjalannya waktu, sesekali aku diberikan kesempatan untuk duduk bersamanya. Melihat kesibukannya di bidang akademik. Asisten lab dan lain-lain. Sungguh kagum melihat apa yang ia kerjakan. Bersahaja sekali. Tidak heran jika banyak yang menyukainya. Berbicara dengan siapapun yang ingin bicara dengannya. Melayani dengan tetap bertutur kata lembut. Cerdas, lugas, santun. Begitulah gaya komunikasinya.

"De, selesaikan masalah de satu-satu, harus de jalani dan lewati semuanya biar bisa masuk ke jenjang berikutnya"

Kalimat itu yang ia ucapkan ketika berkesempatan memberi kabar bahwa tidak lama lagi ia akan menempuh hidup baru. Jujur, waktu itu aku menangis tertahan. Bukan apa-apa, yang ada difikiranku saat itu adalah "ya Allah, orang baik benar-benar mendapatkan yang terbaik". Aku sungguh terharu menyaksikan bahwa janji Allah itu benar adanya.

Mungkin, aku bukanlah orang yang paling tahu bagaimana kehidupannya. Bagaimana ia di kelas, bagaimana ia di rumah, bagaimana ia d tempat kerja, dimanapun. Tapi dengan kesempatan bertemu yang sedikit itu, kesan yang aku rasakan sungguh melekat sekali.

"Tira, walau tak sempat terucap, maaf de banyak salah, de banyak minta, de banyak tingkah, dan de tak banyak waktu untuk doakan Tira (karna terlalu sombong mungkin).

Banyak yang bilang kalo Tira lebih disayang Allah, banyak yang bilang Tira masuk syurga karna kebaikan Tira, de berharap salah satu dari doa sahabat-sahabat Tira itu dikabulkan Allah. Aamiin. Jangan lupa, "mintakan sama Allah supaya de juga membersamai Tira di syurga nanti"

Nagisa_ de2


Comments

Popular posts from this blog

Without Allah I'm nothing

Awak ni Apeelaaah

Bertahan Pada Keyakinan