Where We Are
Sepertinya Negara kita tercinta
sedang bergejolak ya akhir-akhir ini. Sehingga rasanya kita sulit untuk
membedakan mana yang benar mana yang salah. Mana yang penipu mana yang ikhlas
berbuat untuk negri tercinta? Tapi, saya tidak akan memaksakan pembaca untuk
masuk membangun opini tentang masalah ini. Saya yakin, setiap orang memiliki
sudut pandangnya sendiri. Hati yang bersih, tentu saja mudah melihat dan merasakan
kebenaran.
Tapi ntah kenapa saya ingin
selalu bertanya? Where we are? dimana posisi kita saat ini? Tapi bukan maksudnya
kepada siapa kita berpihak ya. Tapi apa yang sudah kita lakukan untuk Negara kita
ini? terlebih, apa yang sudah kita lakukan untuk kehidupan kita, keluarga kita,
teman-teman kita? Bukannya hidup itu “saat kita hadir, dunia berubah”. Lantas perubahan
positif apa yang telah kita lakukan? Apa kehadiran kita dimuka bumi hanya
merubah angka populasi manusia sajakah?
Guys, jangan kalah sama bakteri. Bakteri
itu dari ukurannya saja keciiil sangat. Dijamin mata kita bakal sepet
melihatnya dengan mikroskop. Tidak hanya dari ukuran, bentuknya tidak
beraturan, mungkin sebagian dari kita akan tidak nyaman melihatnya. Tapi apa
yang dilakukan bakteri pada dunia ini? cukup berperan penting lho bapak ibu
sekalian. Bakteri yang berperan membuat tanah kita subur. Bakteri lho yang menguraikan segala bentuk
hewan mati, pohon tumbang, daun kering dan lain-lain yang kemudian membuat
tanah menjadi subur. Akhirnya kita masih
bisa melihat beras dan kawan-kawannya sampai detik ini. Bayangkan juga kalau
tidak ada bakteri pengurai, hewan mati, pohon tumbang, daun kering dan
lain-lain tu bakal menumpuk dimuka bumi. Mau tidak mau kita harus mengeluarkan
tenaga untuk memusnahkannya kalau tidak mau buminya sempit.
Masih banyak si contoh-contoh
makhluk atau benda yang mungkin kita pandang sebelah mata namun keberdaannya di
dunia ini sangat berperan. Dunia akan berubah jika mereka tidak lagi ada.
Jadi teman, Where we are now?
Satu kisah yang selalu mengisi
relung sanubari saya(aiiiiss cinca),
yaitu sebuah cerita fantasi yang diperankan oleh seekkor ulat dan selembar daun.
Kisahnya tentang seekor ulat yang
sedang kelaparan berjalan diantara dedaunan. Dia terus berjalan sampai akhirnya
ada selembar daur yang menegurnya.
”hai
ulat, ada apa denganmu? Kok loyo?” Tanya daun itu.
Lalu ulat menjawab“iya, aku lapar, tidak ada satu daunpun yang bersedia aku makan”
Daunpun terdiam dan berfikir. “ya sudah, makanlah aku”
Daun menawarkan diri
untuk dimakan ulat. Ulat terlihat bingung lalu bertanya ”emang kamu gpp aku makan?yakin?”
Daun lantas mengajak ulat
memperhatikan bawah pohon “lihatlah ulat,
dibawah sana banyak sekali daun yang mengiring dan jatuh. Bahkan sebagian dari
kami ada yang dibakar karna dianggap sampah. Jadi, selagi aku masi segar, aku
ingin sebelum mengering nanti, aku bisa memberi sedikit manfaat dulu. Karna biar
bagaimanapun, suatu hari nanti, aku pasti akan gugur ke bawah sana. Makanlah aku”
Ulatpun langsung memakan daun dengan mata berkaca-kaca(lebay).
Sudah bisa kan menyimpulkan cerita ulat dan
daun diatas?
Yap, kebermanfaatan apa yang telah kita
berikan?
where we are?
Kritik dan saran nagisa77dede@gmail.com
#mohonbimbingan
#belajarnulis
Comments
Post a Comment